Anugerah dari
seorang anak
Di sebuah desa, terdapat sebuah keluarga yang
mempunyai seorang putri nan shalihah layaknya ibunya. Setiap hari ia memberi
pelajaran agama dan nilai moral kepada putrinya itu agar kelak ia menjadi insan
nan berguna bagi agama dan bangsa.
Sementara di seberang sana , Yaqthan Madinatur Riyadh, seorang suami
yang sudah bertahun-tahun ia tidak pernah masuk masjid, bahkan tidak pernah
bersujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala walau sekali. Ia
menghabiskan waktunya hanya untuk menjalankan larangan-Nya dan melalaikan
perintah-Nya.
Naufal : Hei, Riyadh . Sepanjang malam kau menghabiskan
waktumu untuk hura-hura dan bermain. Begadang sampai pagi. Apa kau tidak peduli
lagi dengan istri dan anakmu?
Teman II : Anaknya? Bukannya itu juga anakmu?
Dan sekelompok orang itu mabuk-mabukan hingga tak
sadarkan diri. Pukul 3.00 dini hari terdengarlah suara ayam. Riyadh terjaga dari tidurnya. Ia pun berniat
untuk pulang ke rumahnya.
Istri
Riyadh : Masya Allah abang, engkau
mabuk lagi. Insyaflah bang, siapa tahu engkau akan mati besok.
Istri Riyadh :
Astaghfirullah.
Hari demi hari berlalu namun Riyadh tetap tidak kunjung menyadari
dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Ia justru semakin menjalani hidupnya di
dalam dunia yang semakin tak tentu arah. Ia benar-benar telah melupakan
Tuhannya, Allah SWT.
Keesokan malam pukul tiga pagi Riyadh pulang dari begadang sambil
mabuk-mabukan. Padahal, pada jam-jam seperti itu Allah Subhanahu wa Ta’ala turun
dan berfirman, ‘Adakah yang berdoa supaya kuistijabah? Adakah yang
beristighfar agar kuampuni? Dan, adakah yang meminta sesuatu supaya kupenuhi?’
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Putri mungilnya
memandanginya dengan heran dan hina.
Lisa :
Tidak baik bagimu, ayahku, bertakwalah kepada Allah.
(Muadzin)
Dan setelah ia selesai sholat, ia
pun memanjatkan doa. Saat itu pula tangisnya pecah. Ia memohon ampun, menyadari
akan kerapuhan imannya selama ini, ia yang telah melalaikan perintah Allah,
bahkan tak perduli lagi siapa tuhannya.
Sehabis shalat ia kembali ke rumah. Sesungguhnya
ia sangat ingin melihat putrinya, namun ia mengundur niatnya dan kembali ke
kamarnya. Ia tak dapat tidur.
Lalu keesokan paginya di pagi yang cerah, Riyadh pergi ke kantor
lebih cepat bahkan sangat lebih cepat dari biasanya. Benar saja hal itu membuat
teman-teman di kantornya merasa aneh melihatnya datang lebih pagi.
Sajid : Wah, wah.. Riyadh , tumben nih datang cepat.
Sajid : Subhanallah. Segala puji bagi
Allah yang telah mengirim putri mungilmu untuk menyadarkanmu dari kelalaianmu.
Masih beruntung Allah tidak mengutus malaikat maut untuk mencabut nyawamu pada
saat itu.
Pada hari itu Riyadh sangat semangat dalam kerjanya. Namun
tetap saja pikirannya melayang kepada sosok putri mungilnya di rumah. Ia begitu
merindukan putrinya. Sesal di hatinya karena tadi pagi ia tidak meluluskan niat
hatinya untuk melihat putrinya. Putri yang selama ini tidak pernah ia beri
kasih sayang barang secuilpun. Bahkan ia merasa justru istrinyalah yang telah
menjadi ayah serta ibu bagi anaknya.
Hingga usai waktu Dzuhur.
Sajid :
Apa itu? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?
Sajid : Ya, silahkan. Sampaikan pula salam sayangku pada putri
mungilmu itu.
Namun alangkah terkejutnya ketika ia tiba di
rumah, istrinya berdiri di depan pintu. Hal yang tak pernah dilakukan istrinya.
Karena Riyadh tak menginginkan ada acara penyambutan atas kepulangannya.
Habibah :
Ke mana saja engkau?
Habibah : Kami telah berusaha menghubungimu
berkali-kali abang, tetapi tidak bisa. Aku juga telah mencari di warung itu
tetapi teman-temanmu justru tidak ada yang melihatmu. Di mana saja engkau, bang?
Habibah :
Putrimu telah tiada.
‘Tidak baik bagimu, ayahku, bertakwalah kepada
Allah… Kalimat itu terngiang kembali di telinganya.
Orang-orang yang hadir berada di rumah itu turut
berduka. Hati mereka hampir terputus karena menahan kesedihan yang mengharu
biru atas kepergian anak kecil itu.
Begitulah saudaraku…
Tidak seorang pun tahu kapan malaikat maut datang
menjemputnya. Kematian tidak mengenal besar dan kecil. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
“Maka apabila telah tiba waktunya (yang
ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat
pun dan tidak (pula) mendahulukannya” (An-Nahl: 61).
Karena itu, segeralah kembali kepada Allah.
Segeralah bertaubat dengan tulus. Semoga taubat yang tulus menjadi penutup
usia, dan menjadi balasan terbaik di surga Yang Maha Pengasih. [Mawaqif Min
Hayat Al-Anbiya', hlm. 123]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.